Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TUGAS UAS ETIKA BISNIS

Assalamualikum WR WB,

Bu Ayu, tugas UAS ETIKA BISNIS Kami berjudul " PENDEKATAN FILSAFAT MORAL TERHADAP PERILAKU PEBISNIS KONTEMPORER" dengan pengarang L. SINUOR YOSEPHUS.

BAB I
  1. Etika : Hakikat dan Tujuan
Pada tataran umum, merumuskan atau mendeskripsikan hakikat etika bisnis adalah identik dengan menegaskan bahwa secara esensial etika memang memiliki tujuan tertentu. 


a. Hakikat Etika dan Moral
Kata etika berasal dari kata Yunani ethos (tunggal) yang berarti adat, kebiasaan, watak,akhlak,sikap, perasaan, dan cara berfikir.
Bentuk jamaknya ta etha. Sebagai bentuk jamak dari ethos, ta etha berarti adat-kebiasaan atau pola pikir yang dianut oleh suatu kelompok orang yang disebut masyarakat atau pola tindakan yang dijunjung tinggi dan dipertahankan oleh masyarakat tertentu.
Di atas dasar inilah, norma dan nilai patut dipertahankan , dijunjung tinggi, dan dikembangkan. Dengan kata lain, dipertahankan-tidaknya suatu norma dalam masyarakat sangat tergantung pada nilai pramatis dari norma tersebut. Pada aras ini, norma memang tidak bisa dipisahkan dari nilai. Namun, bagaimana caranya mempertahankan dan menjunjung tinggi suatu norma moral dalam masyarakat?
                   Suatu norma dipertahankan karena bernilai bagi masyarakat penganutnya. Oleh karena bernilai, norma tersebut tentu akan terus dipertahankan. Caranya? Biasanya diwariskan secara turun - temurun baik secara lisan maupun secara tertulis. Oleh karena benar dan baik, norma yang dipertahankan itu dijadikan sebagai patokan untuk mengukur dan menilai tindakan atau perilaku seseorang bahkan orang yang berperilaku itu sendiri.


b. Tujuan Etika


  1. Membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghadapi konflik nilai.
  2. Membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi di segala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
  3. Memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
  4. Khusus untuk para mahasiswa. Dengan sedikit berorentasi futurisktik, saya ingin menegaskan bahwa etika sangat berguna bai para mahasiswa dalam kapasitas mereka sebagai anggota komunitas intelektual. 
2. Metode dan Jenis Etika 


a. Metode Etika 
Tentang metode etika belum ada kesepakatan final diantara para filsufetikawan. Walaupun demikian, rupanya para filsuf dan etikawan kontemporer cenderung mengakui bahwa metode kritis dan sistematis adalah dua metode yang paling umum diterapkan dalam semua aliran etika.
Metode atau cara kerja etika yang pertama adalah metode kristis. Ciri khas metode kritis - etis nampak jelas dalam pertanyaan khas sehubungan dengan realitas moral, yakni adat - istiadat, kebiasaan, nilai dan norma moral yang sudah lama dianut oleh masyarakat. 


b. Jenis - jenis Etika 
Wacana tentang jenis - jenis etika pada dasarnya identik dengan analis tentang pendekatan - pendekatan ilmiah terhadap tingkah dan tindakan manusia dalam bingkai moralitas. Sampai saat ini umumnya disepakati oleh para filsuf-etikawan perihal adanya tiga jenis pendekatan ilmiah terhadap perilaku moral manusia sebagai tiga jenis etika. Ketiga pendekatan tersebut tiada lain adalah pendekatan desktiptif (etika deskriptif), pendekatan normatif (etika normatif), dasn pendekatan metaetik atau metaetika.

3. Etika Filsafat Moral
Dengan mengatakan bahwa etika identik dengan filsafat moral adalah persis sama dengan menegaskan bahwa pada hakikatnya etika  merupakan ilmu.
4. Dimensi - dimensi Etika 
Dimensi/ Segi Tinjau.
Indikator  (baik/tepat secara moral).
Deontologis (Immanuel Kant).
  • Keharusan teknis (Pakai mobil-isi bensin).
  • Keharusan pragmatis (supaya gaji tidak dipotong, jangan bolos bekerja).
  • Keharusan bersyarat (imperatif hipotesis).
  • Keharusan tanpa syarat (imperatif kategoris).
  • Wajib dilakukan karena pihak lain berhak untuk itu (hak - kewajiban).
 Teleologis (telos = tujuan)
  • Berguna bagi pelaku (egoisme etis)
  • Berguna bagi semua orang yang terkena dampkanya (universalisme etis).
 Keadilan (tribuere quique suum).
  • Tertuju kepada orang lain.
  • Wajib ditegakkan.
  • Menuntut persamaan.
 Keutamaan (arete/virtue
  •  Kebijaksanaan
  • Kejujuran
  • Keadilan
  • Kepercayaan
  • Sportivitas
  • Keuletan(keberanian moral)
  • Keramahan


  • Loyalitas
  • Hormat
  • Rasa malu
  • Otentisitas
  • Kebebasan
  • Tanggung jawab
  • Kepedulian 
  • Realistik
 
5. Etika, Moralitas, dan Etiket
Etiquette atau etiket (Indonesia) adalah norma sopan santu. Seperti halnya posisi etika terhadap moralitas, demikian juga posisi etika terhadap etiket atau norma sapan santun.


6. Etika, Moralitas, dan Agama 


persoalan lain yang juga dikemukakan di sini adalah hubungan di antara etika, moralitas, dan agama. Adakah hubungan diantara etika, moralitas dan agama. Adakah hubungan diantara etika, moralitas, dan agama? jawabnya adalah ada. " Agamaku melarang melakukan korupsi" atau " korupsi adalah perbuatan melanggar norma agama" paling kerap dipakai sebagai alasan untuk tidak melakukan korupsi.

BAB II
  • pengantar
Bisnis Kontemporer, jika dicermati secara saksama nampak sebagai suatu realitas yang teramat kompleks. Kompleksitas bisnis tidak bisa dipahami secara terpisah dari masyarakat yang pada dirinya sendiri juga memliki struktur sangat kompleks.
  1. Hakikat Bisnis
Secara hakiki, bisnis merupakan urusan khas manusia. Sebagai urusan khas manusia, bisnis menjaring semua orang tanpa terkecuali.
Salah satu unsur penciri manusia adalah keinginan. Pada taraf yang lebih kuat keinginan akan berubah menjadi hasrat yang selanjutnya akan meninggi menjadi nafsu jika hasrat tak terpenuhi.
Salah satu keinginan manusia adalah menjadi lebih baik secara ekonomis. Dari hari ke hari, manusia selalu dirangsang oleh keinginan untuk menjadi lebih baik dalam segi ini.
Bisnis lahir dari dalam inti kesendirian manusia, dari keinginan untuk sekadar bertahan hidup dan meningkat menjadi the haves dari segi ekonomis.
a. Bisnis sebagai Entitas Korporatif
           Perusahaan, organisasi bisnis, atau korporasi merupakan istilah  - istilah khas yang dipakai untuk menjelaskan bisnis sebagai suatu entitas.
Semuanya menunjukkan hakikat bisnis sebagai aktivitas yang kurang lebih terstruktur. Istilah "korporasi"dengan cukup jelas memerlihatkan hal ini. Corporate (Inggris) atau korporasi sesungguhnya diasalkan dari bahasa Latin "corpus" yang berarti badan atau tubuh.
Sebagai corpus atau tubuh, bisnis memiliki kepala yang tiada lain adalah pemimpin perusahaan, termasuk para manajer. Seperti halnya kepala manusia yang terdiri dari mata, telingga, hidung, mulut, dan otak sebagai bagian terpending dari kepala, demikian halnya manajemen dalam konteks bisnis. Bisnis tentu harus memiliki visi (mata) dengan implikasi konkret, para manajer haruslah orang-orang yang berorientasi dan berwawasan masa depan. Mereka adalah future oriented dan forward looking person. Sebagai pimpinan suatu organisasi bisnis mereka juga semestinya peka terhadap semua informasi dan perubahan - perubahan yang terjadi, khususnya yang berhubungan dengan kecenderungan - kecendurungan masyarakat sehingga dapat menciptakan peluang bisnis dan mampu memergunakan peluang tersebut (telingga). Mereka juga dituntut agar dapat mengomunkasikan keungulan - kengulan mereka melalui kiat - kiat strategi pemasaran yang memadai serta mengulirkan bentuk - bentuk promosi yang tepat sehingga mampu merebut minat minta pelanggan dan pemasok (mulut).
                           Selain kepala dan semua yang termasuk dalam wilayah kepala (para manajer), juga bahu kelar dan kokoh yang tiada lain adalah sekuritas yang bertugas tidak hanya untuk menompang melainkan juga untuk memperkuat kepala. Semuanya tentu akan menjalankan fungsi pengamanannya dengan baik jika didasarkan atas perintah kepala yang berkemampuan intelektual, emosional, dan spritual yang tinggi. Namun, semua tugas praktis tentu tidak dapat dijalankan oleh sang kepala bahu. Adalah kaki dan tangan tubuh besar yang menjadikan tubuh besar itu sungguh - sungguh operasional dan dinamis. Mereka adalah karyawan dan karayawati yang melaksanakan peran dan fungsi kunci dalam sebuah bisnis.



b. Bisnis sebagai Kegiatan Bersasaran.
          Mengatakan bisnis merupakan kegiatan yang kurang lebih terstruktur sesungguhnya identik dengan menegaskan bahwa bisnis merupakan urusan atau kegiatan yang bertujuan atau bersasaran. Tujuan atau sasaran bisnis tidak dapat dipisahkan dari kodrat manusia yang selalu berkeinginan atau berhasrat untuk menjadi lebih baik dalam berbagai aspek dan segi kehidupan. Pada aras ini, tujuan bisnis adalah melipatgandakan keuntungan atau memaksimalkan profit. Dasar pijaknya adalah bahwa bisnis tidak dapat dipisahkan dari kenyataan hidup konkret manusia. Jadi, bisnis merupakan kegiatan bersasaran. Sasarannya adalah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera di masa depan.


c. Bisnis sebagai Kegiatan Relasional.
                Setiap bisnis atau usaha, apapun bentuk dan skalanya selalu memiliki keterarahan kepada maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan utamanya.Penegasan seperti ini merupakan indikasi konkret bahwa bisnis tidak bisa terlaksana tanpa keterlibatan pihak - pihak lain, paling kurang adalah pihak yang memproduksi atau menyediakan barang dan jasa serta ada pula orang yang menikmati barang dan jasa yang disediakan itu atau yang lazim disebut dalam ilmu ekonomi sebagai konsumen atau pelangan.
Atas dasar inilah teori - teori khas dalam dunis bisnis, seperti stakeholders, shareholders, dan stockholder theories dibangun.
Tentang relasi bisnis, ada relasi secara langsung dan ada juga relasi tidak langsung. 
Kedua jenis relasi itu dalam wacana bisnis disebut jejaring atau jaring - jaring bisnis.


d. Bisnis sebagai Sarana Pengembangan Diri.


Simon Webley dalam Peter W.F. Davies (1997: 65) menegaskan Peran suatu organisasi bisnis, apapun ukurannya dapat dijelaskan dalam relasinya dengan organisasi bisnis-organisasi bisnis yang lain dan melalui perilaku semua yang terjaring dalam organisasi profit-orientied tersebut, misalnya perlakuan manajemen terhadap pekerja (internal) dan terhadap konsumen (eksternal)
     Mengatakan bahwa setiap organisasi bisnis selalu berorientasi kepada miximizing profit, memang tidak keliru, namun hal itu sama sekali tidak berarti bahwa keuntungan adalah segala - galanya. Titik tolaknya adalah keinginan dan hasrat semua orang, termasuk para pebisnis untuk menjadi lebih baik.
Seorang pebisnis sejati ingin membangun dan terus mengembangkan usahanya sedemikian rupa sehingga kokoh dan tahan terhadap segala jenis badai global yang tak kenal ampun.


2. Dimensi - dimensi Bisnis.


a. Dimensi Sosial Bisnis.
Sebagai aktifitas sosial, bisnis dicirikan oleh beberapa hal berikut sebgai indikator - indikatornya: 


  1. Melibatkan paling kurang dua pihak.
  2. Selalu dilakukan dengan atau atas pamrih tertentu.
  3. Posisi kepentingan semua pihak setara.
b. Dimensi Hukum
Dimensi hukum didasarkan pada aspek khusus bisnis yang bersifat normatif. Maksudnya, setiap bisnis, apapun jenis dan ukurannya selalu terikat pada hukum dan peraturan tertentu.

c. Dimensi Moral.

 Dimensi
 Indikator
 Sosial

  • Other Directedness.
  • Melibatkan paling kurang dua pihak.
  • Demi tujuan tertentu.
  • Menguntungkan semua pihak.
 Ekonomis

  • Profit Orientied
  • Efisiensi dalam proses
  • Produktivitas
  • Biaya produksi rendah
  • Harga produk bersaing
  • Kualitas produk dan pelayanan prima
 Hukum / Yuridis
  •  Didasarkan atas hukum
  • Tidak memanfaatkan loopholes of the law untuk kepentingan diri sendiri
  • Tunduk kepada semua peraturan yang berlaku
 Moral
  • Dilandaskan pada nilai keadilan
  • Didasarkan pada nila kejujuran
  • Kesetaraan secara bertanggung jawab 

3. Tujuan Bisnis.
a. Keuntungan sebagai Satu - satunya Tujuan Bisnis.
Melipatkan nilai - nilai pemilik perusahaan melalui penjualan barang / jasa.

b. Good Ethic - Good Business.
Pada tataran ini, etika merupakan penentu keberhasilan suatu bisnis. Namun, bukan karena mau memenangkan kompetisi bisnis, atau juga bukan karena mau berhasil meraup keuntungan yang berlipat ganda seseorang pebisnis harus berperilaku moral. Hal ini berarti dia hanya mau menjadi seorang yang jujur, adil, dan bertanggung jawab kalau dia ingin menjadi kaya.

" Catatan" : sebagai catatan untuk bab ini akan saya paparkan " nama baik" sebagai salah satu patokan dalam berbisnis secara etis.
adalah Marcus Tullius Cicero (106-43sM) yang pertama kali menggaskan hal ini. Menurutnya, "momen est omen" atau nama identik dengan nama  si pemilik. Seluruh kepbribadian si pemilik nama terwakili dalam nama tersebut.
                   Dalam bisnis kontemporer, para pebisnis dapat dikategorikan berdasarkan kedua gagasan di atas.
Dengan demikian, menurut Aristoletes, nama baik atau harga diri merupakan hal yang paling unggul dan paling utama dari seseorang. Keunggulan atau keutamaan harga diri atau nama baik terletak pada sarana - sarana yang dipakai untuk menjaganya. Sarana-sarana yang bernilai karena menghasilkan sesuatu yang berharga dalam diri setiap orang itu tiada lain adalah virtue ethic atau keutamaan - keutamaan moral. Di sini-lah semestinya gagasan tentang berbisnis secara moral itu ditempatkan.


Terima kasih 
Aliyah(01108015)


 








  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar